Latar Belakang Munculnya Nasionalisme
Memasuki akhir ke-20, pemerintah Kolonial Belanda berhasil memadamkan perlawanan bersenjata di berbagai wilayah. Tetapi, perlawanan bangsa Indonesia tidak pernah berhenti. Belajar dari perlawanan pada abad ke-19 yang lebih mengutamakan senjata, Bangsa Indonesia mengambil cara baru untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah Kolonial Belanda. Cara baru ini muncul salah satunya akibat perkembangan dunia pendidikan bagi kalangan pribumi.
Politik Etis 1901
Kebijakan tanam paksa yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda menimbulkan dampak yang sangat buruk untuk kaum pribumi yaitu penderitaan pada rakyat. Berita Penyimpangan pada sistem tanam paksa yang mengakibatkan penderitaan pada rakyat pribumi mengundang kecaman dan rekasi yang cukup keras dari golongan liberal dan kaum humanis Belanda. Tokoh-tokoh dari kalangan liberal dan humanis yang memperotes antara lain : Van Der Putte menulis buku berjudul Suiker Contarcten yang berisi , Edward Dowes Deker menulis novel berjudul Max Havelar yang berisi kritik akan kesewenang-wenangan pemerintahan kolonial Belanda pada masa penjajahan dan terakhir Van de Venter yang mencetuskan trilogi van deventer yang terdiri dari : Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian, Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi, Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Van Deventer melakukan protes didepan Staten General ( Parlemen ). Kecaman ini banyak mengundang dukungan, sehingga Ratu Wilhelmina menghapus sistem tanam paksa. Pada 1901 mengeluarkan kebijakan balas budi atau politik etis yang diambil dari trilogi Van Deventer yaitu Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Tetapi kebijakan politik balas budi ini mengalami kegagalan, karena pada akhirnya semua kebijakan politik balas budi ini dilakukan hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Seperti Pelaksanaan dalam pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda, Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah, Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda.
Terlepas dari berbagai penyimpangan ketika pelaksanaannya. Politik etis sangat berperan dalam mengembangkan serta memperluas pendidikan dan pengajaran bagi kalangan pribumi. Dengan dilaksanakanya politik etis maka melahirkan pemuda yang terpelajar yang nantinya akan memicu kesadaran kebangsaan.
Politik Etis 1901
Kebijakan tanam paksa yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda menimbulkan dampak yang sangat buruk untuk kaum pribumi yaitu penderitaan pada rakyat. Berita Penyimpangan pada sistem tanam paksa yang mengakibatkan penderitaan pada rakyat pribumi mengundang kecaman dan rekasi yang cukup keras dari golongan liberal dan kaum humanis Belanda. Tokoh-tokoh dari kalangan liberal dan humanis yang memperotes antara lain : Van Der Putte menulis buku berjudul Suiker Contarcten yang berisi , Edward Dowes Deker menulis novel berjudul Max Havelar yang berisi kritik akan kesewenang-wenangan pemerintahan kolonial Belanda pada masa penjajahan dan terakhir Van de Venter yang mencetuskan trilogi van deventer yang terdiri dari : Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian, Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi, Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Van Deventer melakukan protes didepan Staten General ( Parlemen ). Kecaman ini banyak mengundang dukungan, sehingga Ratu Wilhelmina menghapus sistem tanam paksa. Pada 1901 mengeluarkan kebijakan balas budi atau politik etis yang diambil dari trilogi Van Deventer yaitu Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian.Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Tetapi kebijakan politik balas budi ini mengalami kegagalan, karena pada akhirnya semua kebijakan politik balas budi ini dilakukan hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Seperti Pelaksanaan dalam pengairan (irigasi) hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda, Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan tenaga administrasi yang cakap dan murah, Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-perkebunan milik Belanda.
Terlepas dari berbagai penyimpangan ketika pelaksanaannya. Politik etis sangat berperan dalam mengembangkan serta memperluas pendidikan dan pengajaran bagi kalangan pribumi. Dengan dilaksanakanya politik etis maka melahirkan pemuda yang terpelajar yang nantinya akan memicu kesadaran kebangsaan.
Perkembangan Media atau Pers Perkembangan media pada masa kolonial Belanda salah satu pemicu bangkitnya nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia. Berbagai bentuk penderitaan rakyat Indonesia akibat kekejaman pemerintah kolonial Belanda dapat segera diketahui oleh golongan terpelajar. Tidak hanya itu saja, berbagai macam perkembangan pemikiran dan faham-faham baru dapat segera di ketahui oleh rakyat Indonesia. Pada masa pergerakan nasional, pers memegang peranan penting dalam melawan ketidak adilan pemerintah kolonial Belanda dalam segala bidang. Perlawanan tersebut di wujudkan berupa tulisan-tulisan yang menyerang dan mengkritik pemerintah kolonial. Selain itu, pers juga bisa mempengaruhi pendapat orang banyak, sehingga pers dapat menghimpun kekuatan massa. Beberapa surat kabat maupun majalah yang ada pada masa Pergerakan Nasional antara lain:
- Darmo Kondo yang dikelola oleh Budi Utomo
- Oetoesan Hindia milik dari Sarikat Islam
- De Expres yang diterbitkan oleh Indische Partij. Salah satu tulisan yang terkenal dalam De Expres adalah kritikan Ki Hajar Dewantara terhadap perayaan kemerdekaan Belanda yang ke-100 dari Perancis dengan judul Als Ik Eens Nederlander Was ( Seandainya Saya Menjadi Seorang Belanda)
Karakteristik Perjuangan Bangsa Indonesia Pada Abad ke-20
Perjuangan bangsa Indonesia setelah abad ke-19, tepat nya pada tahun 1901 perjuangan bangsa Indonesia memiliki ciri khas ketika melawan kolonialisme Bangsa Belanda.
Karakteristik Perjuangan Bangsa Indonesia setelah Tahun 1908
Dipimpin dan Digerakan Kaum Terpelajar
Setalah tahun 1908, perjuangan melawan kolonialisme dimotori kaum terpelajar melalui organisasi-organisasi pergerakan. Munculnya kaum terpelajar tidak terlepas dari kebijakan politik etis pemerintah kolonial Belanda. Semula pendirian sekolah-sekolah ditunjukan untuk memperoleh tenaga kerja murah, tetapi setelah pendidikan terselenggara justru melahirkan golongan cendikawan/kaum terpelajar.
Bersifat Nasional
Pemerintah kolonial Belanda memiliki cita-cita untuk menyatukan wilayah-wilayah Nusantara di bawah kekuasaan Kolonial Belanda yang di sebut dengan Pax Neerlandica. Dampak dari Pax Neerlandica ini justru mampu menyatukan rakyat Indonesia dalam satu perasaan senasib dan sepenanggungan, yang nantinya menimbulkan rasa persatuan dan pada akhirnya melahirkan kesadaran sebagai satu bangsa atau kesadaran nasional.
Perjuangan Menggunakan Jalur Organisasi
Pada tahun 1908 perjuangan melawan kolonialsme menggunakan jalur organisasi. Para pejuang menggunakan cara-cara modern seperti diplomasi, kampanye melalui media massa atau pers. Organisasi-organisasi pada awalnya hanya bergerak di bidang sosial-budaya, tetapi setelah muncul kesadaran berbangsa fokus utama organisasi ini kemudian berubah ke arah politis yaitu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar